Senin, 14 Mei 2012

SOSOK KETUA DPW PAN NTT


Sekilas, wajahnya menyeramkan. Rambutnya gondrong dan berjenggot lebat. Tetapi jika diajak ngobrol, kesederhanaan-nya akan muncul. Dia akan sela-lu serius berbicara dengan siapa pun, tanpa memandang atribut maupun predikat. Apalagi kalo pembicaraannya menyangkut ek-sistensi pengungsi Timor Timur pro Indonesia. Ia akan mengurai secara rinci dengan semangat “berapi-api”. Itulah sosok Eurico Guterres, ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Amanat Nasional Provinsi Nusa Tenggara Timur – DPW PAN NTT.




Bertanggungjawab

Kehadiran Eurico Guterres di partai berlam-bang matahari terbit ini diawali ketika ia terpilih sebagai ketua DPW PAN NTT, melalui Musyawarah Wilayah – Muswil PAN NTT, pada tahun 2006. Bahkan ketika dirinya dipenjara di Lembaga Pemasyarakatan – LP, Cipinang Jakarta Timur, antara tahun 2006 sampai 2008, Eurico Guterres masih memimpin Partai Amanat Nasional dari bilik penjara.
“PAN pertahankan Eurico Guterres karena dia gagah berani memperta-hankan merah putih. Selain itu, Eurico Guterres juga bertanggungjawab memimpin DPW PAN NTT meski dirinya berada dalam penjara”, ujar Soetrisno Bachir, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional – DPP PAN ketika itu. Ia pun menegaskan bahwa, selama di penjara Eurico tetap menunjukkan tanggung jawabnya sebagai Ketua DPW PAN NTT dan berkomunikasi dengan jajaran pengurus lain serta pihak DPP PAN.
Prestasinya meningkatkan kinerja dan populeritas Partai Amanat Nasional di bumi Flobamora, membuat pria kelahiran 4 Juli 1969 itu kembali terpilih sebagai ketua DPW PAN NTT pada Muswil PAN NTT, tanggal 18 November 2011, di Kupang. Bersamaan dengan itu, ia juga dipercaya sebagai salah satu kader di dalam Badan Pemenangan Pemilu – Bapilu, di Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional – DPP PAN di bawah kepemimpinan Ir. Hatta Radjasa.
Ayah tiga anak ini mengaku, dirinya tidak pernah bercita-cita menjadi aktor politik. “Tanggung jawab lah yang mendorong saya ke panggung politik Indonesia”, kata Eurico Guterres. Dia bercerita, sebagai mantan Wakil Penglima Pasukan Pejuang Integrasi – PPI, dirinya memiliki tanggung jawab moral dan politik terhadap eksistensi puluhan pengungsi Timor Timur pro Indonesia, yang telah membela harkat dan martabat Indonesia di Timor Timur selama wilayah itu masih menjadi bagian dari NKRI. Salah satu cara untuk menyuarakan aspirasi mereka adalah partai politik.
Lantas apakah yang membuat Eurico Guterres “betah” di PAN, padahal banyak partai yang membuka diri untuknya? “Ini soal kesempatan dan kepercayaan”, katanya. Menurut dia, partai PAN memberinya kesempatan dan kepercayaan menjadi “juragan”. “Kepercayaan dan kesempatan ini harus dilihat secara luas, sebagai penghargaan dan kehormatan yang diberikan oleh partai PAN kepada orang Timor secara keseluruhan. Sebab, saya juga lahir di tanah Timor”, katanya. “Saya ingin orang Timor bersuara. Karena itu, dalam kampanye 2009 yang lalu, saya angkat thema “saatnya orang Timor bicara”, lanjutnya.

Diterima oleh banyak partai
Anak ke lima dari delapan bersaudara ini mengawali karier politiknya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah – DPRD, Provinsi Timor Timur dari partai Golongan Karya (Golkar) periode 1999-2004, semasa integrasi Timor Timur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia – NKRI. Tetapi karier politiknya itu kandas, menyusul pengumuman hasil jajak pendapat Timor Timur 4 September 1999, yang dimenangkan pro kemerdekaan dan mengakibatkan Timor Timur terpisah dari NKRI.
Eurico Guterres juga pernah diundang ikut kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan – PDIP, di Semarang. Tetapi ia tidak sempat berkecimpung dalam partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Tersiar pula kabar bahwa, Eurico Guterres pernah bergabung dalam persiapan Musyawarah Daerah – Musda, Partai Demokrat di Jambi sekitar tahun 2004. Tetapi tidak berarti dia pernah memegang KTA – Kartu Tanda Anggota, Partai Demokrat. Inilah fakta bahwa Eurico Guterres diterima di banyak partai.
Bahkan menjelang detik-detik pembebasan Eurico Guterres dari LP Cipinang Jakarta Timur, pada tanggal 7 April 2008 lalu, ketua Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya – Gerindra, Prabowo Subianto, sempat mengunjunginya sekitar Pukul 19.45 WIB. “Saya datang dalam kapasitas sebagai teman untuk mengucapkan selamat”, kata Prabowo Subianto kepada wartawan sebagaimana dikutip detik.com.ketika itu. Menurut mantan Pangkostrad ini, sosok Eurico Guterres adalah seorang patriot dan putera Indonesia yang layak diberi keadilan.
Justeru keadilan itu yang belum pernah diterima Eurico Guterres. Setelah membela Indonesia di Timor Timur, dia harus terpisah dengan sanak keluarganya di bumi Lorosae dan menjadi pengungsi di Timor Barat. Di pengungsian, dia malah dipenjarakan dengan tuduhan melanggar hak azasi manusia karena membela harkat dan martabat Indonesia di Timor Timur. Ketika sudah bebas dari penjara, dia bahkan tidak mendapatkan rehabilitasi dan pengembalian nama baik. Padahal hukum di Indonesia memungkinkan ia memperoleh ganti rugi dan pengembalian nama baik. Ini perintah undang-undang, yang tidak perlu dimintakan oleh yang bersangkutan.
Guterres mengatakan, walau hal tersebut merupakan hak setelah dinyatakan tidak bersalah oleh MA, namun sepenuhnya terserah pemerintah. ”Ada hal yang lebih penting lagi, yakni nasib pengungsi timor timur yang masih sengsara di daerah pengungsian,” katanya sebagaimana dikutip Harian Suara Merdeka, 5 April 2008.
Oleh karena itu, jika Presiden Soekarno pernah bilang “jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu. Tetapi bertanyalah pada dirimu, apa yang telah engkau berikan kepada negaramu”. Maka Eurico Guterres layak bertanya: “apa yang negara berikan padanya, setelah dia dipenjarakan atas tuduhan pelanggaran hak azasi manusia ketika membela harkat dan martabat Indonesia di Timor Timur”.

Tegar dan berprestasi
Populeritas selalu mengundang kontraversi. Kontraversi itu pula yang menghadang langkah politik Eurico Guterres pada Pemilihan Umum – Pemilu 2009 yang lalu. Dia gagal menjadi anggota legislative dari partai yang dipimpinnya, justeru di daerah pemilihan di mana puluhan ribu pendukungnya bermukim. Yaitu, di daratan Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur – NTT.
Tragis, memang. Tetapi tidak membuat Eurico Guterres “menangis”. “Saya tidak gagal”, katanya. Alasannya, partai PAN sebelumnya dipandang “sebelah mata” di NTT.  Ternyata mampu menempatkan 48 orang kadernya sebagai anggota legislative di 20 kabupaten dan kota se- Provinsi NTT. Ditambah, satu orang di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dan satu lagi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kini, sudah ada 5 orang kader terbaik NTT yang diusung partai PAN menjadi Bupati dan Wakil Bupati. “Saya bersyukur kepada Tuhan, karena partai yang saya pimpin bisa memberi kesempatan kepada orang lain menjadi anggota legislatif dan eksekutif”, kata Eurico Guterres.

“Saya juga tidak kecewa meski tidak menjadi anggaota dewan”, katanya. Sebab menurutnya, pergumulan dirinya di panggung politik bukan untuk kepentingan pribadi. Melainkan terdorong oleh tanggung jawab terhadap eksistensi pengungsi Timor Timur pro Indonesia. Juga terhadap masyarakat lokal NTT yang dengan tulus menerima dan mau hidup berdampingan dengan pengungsi Timor Timur. “Saya berpartai karena rasa tanggung jawab. Saya tidak cari populeritas di partai, karena sejarah Timor Timur sudah membuat saya sangat dikenal. Saya juga tidak mencari rupiah di politik. Sebab, “berkat” yang Tuhan berikan, sudah cukup buat saya hidup di Jakarta saat ini”, katanya. (dari berbagai sumber)